Saat Aku Bersamamu



From : 085774xxxxxx
Hai Nyta :D
Aku diamkan saja sms yang baru masuk tadi, memang sudah menjadi kebiasaanku tidak menanggapi pesan masuk jika ia tak memberitahu namanya. Tak lama handphone ku kembali bergetar.
From : 085774xxxxxx
Nyt, gue kangen lu, gmna kabar lu? Ini gue Fahmi ;D
            Ah, ternyata dia adalah temanku ketika SD, sempat terfikir untuk apa ia menghubungi ku? Sewaktu SD kami tidaklah dekat, bahkan seperti tak saling mengenal, memang, sekolah SD ku adalah sekolah Islam, ini membuat siswa laki-laki dan siswa perempuan dipisahkan kelasnya, namun sebenarnya ini tak menutup kemungkinan untuk mereka merasakan yang namanya ‘cinta monyet’ karena banyak dari teman-temanku yang diam-diam berpacaran karena ‘cinta lokasi’. Hal seperti itu seolah menggelitiku, bagaimana tidak? Siswa yang bisa dibilang masih kecil itu sudah mengerti arti ‘cinta’? sepertinya zaman berkembang semakin pesat. Aku langsung memasukan nomornya kedalam daftar kontak handphoneku dan membalas pesannya.
To : Fahmi
From : Nyta
Lu kangen gue? Tumben -_- kabar gue baik, lu sih?
            Sekarang aku menginjak kelas tiga SMP yang tentunya sebentar lagi akan dihadapkan berbagai ulangan. Tetapi Fahmi tumben sekali menghubungiku? Bukankah ia bersekolah di sebuah pesantren? Bagaimana ia bisa meng-sms ku? Sedang asyiknya aku berkutat dengan fikiranku, handphone ku kembali bergetar.
To : Nyta
From : Fahmi
Iyaa, kangen banget :D gue juga baik J
To : Fahmi
From : Nyta
Alaahh, boong, eh lu ga mondok?
To : Nyta
From : Fahmi
Ahaha, gue lagi jalan mau umroh Nyt, do’ain gue ya :D
            Ah, begitu rupanya, sebenarnya, aku tak mengerti bagaimana sejarahnya aku bisa dekat dengan Fahmi ini, tapi yang terpenting, aku dan dia sering sekali ber-sms ria, dan Fahmi sering mengajakku untuk main ke SD namun, ia suka mengajakku dengan cara mendadak yang membuatku tak bisa mengikuti ajakannya, namun, darimana ia mendapatkan nomor teleponku? Tak terasa aku terus ber-sms ria dengannya hingga pukul sepuluh malam, karena mengantuk aku putuskan untuk tidur.
            Pagi menjelang, dan saatnya aku untuk berangkat sekolah seperti biasa, tak seperti biasanya sejak tak ber-sms dengan Fahmi aku merasa ada yang aneh, terkadang aku iseng membuka profil dalam social media nya. Apa ini? Aku melihat ia berfoto dengan wanita. Mengapa perasaanku terasa panas dan seperti ingin meledak dan aku mendadak merasa kesal hingga Amel, temanku terkena amarahku yang tak jelas penyebabnya ini.
“Kamu kenapa sih Nyt? Biasanya kamu ga kayak gini, kenapa jadi ga sabaran gini sih?” perkataan Amel membuatku tersadar, benar juga apa yang ia katakan. Tapi, ini bukan karena Fahmi tadi kan? Semoga saja bukan.
***
            Pagi ini aku sudah sangat sibuk dengan menyiapkan beberapa perlengkapan masak, karena hari ini aku mendapat Ujian Praktek bahasa inggris yang mengharuskan aku untuk berkelompok dan mempresentasikan sebuah masakan. Sesampainya di kelas aku hanya melihat Farhan, orang yang sewaktu kelas 7 aku sangat menyukainya.
“Pagi Nyta.” Sapa Farhan dengan senyum yang mengembang dibibir tipisnya.
“Pagi Farhan.” Sapa ku membalas senyumnya.
Tak lama satu per satu murid mulai berdatangan. Amel, Dinda, Luna pun sudah ada disana. Luna, yang memang sahabatku sejak TK menanyakan sesuatu padaku.
“Nyt, kamu deket sama Fahmi?” pertanyaan ini membuatku terhenyak.
“Ga kok, biasa aja aku sama dia mah, sumpah.” Jawabku mencoba meyakinkan Luna.
“Yang bener?” Luna mulai menggodaku.
“Ya! Mengapa kau seperti itu?” tanpa terasa pipiku merona merah sudah sangat mirip dengan kepiting rebus.
“Lihat! Pipi mu merah, kau suka ya dengannya?” pertanyaan Dinda membuatku sedikit tercengang.
“Apa? Ah, tidak. Kalian ini, sudah yuk, bentar lagi masuk nih.” Jawabku mengalihkan pembicaraan.
            Ketika pulang sekolah, Farhan menghampiriku.
“Nyt, gue anter balik yaa.” Tawar Farhan padaku.
“Ah, gak usah, gue bisa naik angkot atau bus kok.”
“Tapi itu bahaya buat cewe, udah ikut aja ya.” Akhirnya aku menurut pada Farhan.
Sepanjang perjalanan pulang aku dan Farhan mengobrol panjang lebar mengenang masa-masa kelas tujuh yang menurut kita masih memiliki fikiran layaknya anak kecil. Dengan berbagai obrolan tak terasa kami sampai tepat didepan rumahku.
“Makasih Han, kamu gak mampir dulu? Udah repot-repot lho udah nganterin aku.”
“Hm, Nyta, gue mau ngomong sesuatu sama lu, sejak kita ketemu dan kenalan waktu kelas 7, gue ngerasa ada yang aneh pada perasaan gue ini, gue gatau ini perasaan apa dan gue abaikan perasaan itu. Gue sempet tergoyahkan ketika kehadiran Lola sewaktu kita kelas 7 semester 2, gue sempet marahin lu gegara kelakuan lu, tapi setelah gue marahin lu, gue ngerasa bersalah banget sama lu, ada sesuatu yang berontak ketika gue marahin lu, dan itu dihati gue. Berulang-ulang gue pacaran ama banyak wanita tapi perasaan gue sama ke mereka semua. Flat, tapi beda banget kalo sama lu, ketika berduaan sama lu, lu mau kan maafin gue dan mulai semua dari aawal.” Jelas Farhan padaku. Jujur, aku masih mengharapkannya, dan lihat! Dia kembali kepadaku, namun, mengapa perasaan ini tak sesenang dahulu? Mengapa hati ini tak bergetar hebat seperti dahulu? Bukankah ini yang kuharapkan? Yang kurasakan hanya sakit, kecewa dan marah akan kenyataan yang menyatakan bahwa aku seakan tak dapat bersama Farhan. Untuk waktu yang lama aku hanya memandang kedua matanya yang coklat pekat dan memandangku tajam. Dahulu, tatapan inilah yang membuatku lupa akan dunia, tatapan inilah yang membuatku merasakan indahnya cinta. Aku berfikir untuk kembali menimbang perasaanku ini.
“Maaf Farhan, gue gabisa jawab sekarang.” Jawabku singkat meninggalkan Farhan sendirian.
            Mengurungkan dikamar dan menangis dengan keras adalah kegiatanku sekarang. Harusnya aku merasa senang, aku kembali teringat kenangan ketika bersama Farhan, ketika aku dan dia saling tatap, saling berpegangan tangan, dan ketika itu, aku putuskan untuk mencoba memulai hubungan dengan Farhan, aku teringat bagaimana perjuanganku untuk mendapat hatinya kembali, dan ia kembali padaku! Kenapa semua berubah? Aku frustasi.
            Setelah beberapa hari aku berfikir, aku memutuskan untuk menjalin hubungan dengan Farhan dan mencoba untuk memulai mencintainya kembali. Ku mencoba kembali bangkit yang sempat membuatku terpuruk.
***
Sudah 6 bulan aku berhubungan dengan Farhan dan mulai melupakan Fahmi. Aku sudah duduk dibangku Sekolah Menengah Atas. Aku dan Farhan berbeda sekolah, namun kami selalu menumbuhkan rasa saling percaya. Namun, perasaanku padanya tak ada yang berubah, tak seperti senangnya ketika Fahmi menyapaku, walau itu dalam dunia maya. Kubulatkan tekad untuk berbicara hal ini kepada Farhan.
“Han, sebelumnya gue minta maaf, tapi gue gabisa terus sama lu, gue udah mencoba buat sayang sama lu kayak dulu, tapi tetep gak ada perubahan. Jadi, hubungan kita, kita akhiri aja.” Ucapku, aku menatap Farhan, ternyata Farhan menjawab diluar dugaanku.
“Baiklah, memang perasaan tak bisa dipaksakan, jadi, biarkan kisah gue dan elu jadi sebuah sejarah.” Jawab Farhan tegas. Aku melihat manik matanya yang tak menyiratkan kemarahan, justru ketulusan seorang teman.
Setelah pengakuanku dengan Farhan, aku menjadi Nyta yang seperti biasanya. Aku merasakan kebebasan yang tak diselubungi rasa bersalah atau menyesal, sehingga pada suatu hari Fahmi mengajakku untuk mengikuti buka dan sahur bersama dengan teman-teman di SD.
            Waktu yang ditentukan telah tiba, aku bersiap-siap untuk berangkat, namun ketika aku sudah ada diluar rumah aku melihat Fahmi yang sudah siap dengan motornya. Ia menyapaku dan tersenyum manis padaku. Hatiku kembali bergetar dan merasa canggung dihadapannya. Ia terus menerus mengajakku untuk berbicara ketika sepanjang perjalanan. Sesampainya kami datang di sekolah SD kami, guru-guru mulai menatap kami curiga, entah mengapa. Sesaat sebelum berbuka puasa Fahmi berkata padaku bahwa jika aku sudah selesai makan dan sholat, maka datang ke ayunan yang berada di taman SD. Aku memang heran saat itu, namun aku tepis fikiran aneh yang mulai menghinggapi kepalaku.
            Suara Adzan berkumandang, saatnya para umat muslim untuk berbuka puasa dan shalat maghrib. Setelah selesai maka aku mulai menuju ayunan yang Fahmi maksud. Disekitar taman sangat gelap, dan ketika aku mulai dekat ayunan, aku melihat Fahmi yang sudah berada disana dengan gitar ditangannya.
“Nyta, gue mau nyanyiin sebuah lagu buat lu.” Aku tersenyum mendengarnya.
“Awas ya kalo suara lu jelek.”
“Gak akan, oke dengerin ya.”
            Fahmi memulai dengan petikkan gitar yang mengalun lembut, aku terkesima, dan ketika Fahmi bertepuk tangan, lampu disekeliling ayunan besar itu menyala dengan bentuk bintang dimana-mana. Fahmi memulai aksi menyanyinya.
Girl your heart, girl your face
is so different from them others
I say, you're the only one that I'll adore

Cos everytime you're by my side
My blood rushes through my veins
And my geeky face, blushed so silly oo yeah, oyeah

And I want to make you mine

Reff :
Oh baby I'll take you to the sky
Forever you and I, you and I
And we'll be together till we die
Our love will last forever
and forever you'll be mine, you'll be mine

Girl your smile and your charm
Lingers always on my mind
I'll say, you're the only
one that I've waited for
Petikan gitar itu selesai bendenting yang menandakan lagu telah usai. Fahmi memandangku serius dan berkata.
“Nyt,gue sayang sama lu, sejak kita lulus SD, dan gue mau SD ini jadi saksi bisu perjalanan kita, lu mau kan jadi pendamping hidup gue? Gue tau kita masih SMA, tapi gue mau menambatkan janji gue sebagai lelaki yang bertanggung jawab, menjadi pendamping hidup gue, setiap gue sama lu gue merasakan getaran yang ga biasa, jantung gue seketika gak bisa dikontrol dan gue tiba-tiba jadi anak dungu, tapi gue nyaman sama lu, jadi intinya... Lu mau kan jadi tulang rusuk gue yang hilang?” ucapan Fahmi sangat serius dan tidak main-main, aku melihat kemanik matanya dan tak kutemukan sedikitpun kebohongan, yang tersirat hanya keseriusan dan tegas. Kupu-kupu seakan berterbangan diperutku dan menggelitikku. Aku memandang Fahmi cukup lama, dan ku mantapkan hati yang akan kubawa.
“Iya, aku mau jadi tulang rusukmu, karena aku merasakan hal yang sama.” Jawabku tegas.
“Nyta, aku mencintaimu dengan Bismillah kepada Allah, maka, aku mencintaimu karena Allah menunjukkan jodohku ini kepadamu.” Jawab Fahmi dengan memberikan setangkai bunga kepadaku.
“Aku pun mencintaimu dengan Bismillah kepada Allah Fahmi.” Aku pun menangis, dan berharap ini semua bukan mimpiku saja, tapi memang karena Bismillah kepada Allah. Amin.

Komentar

Postingan Populer