Immortal (Part 1)
“Sa, bangun! Hari ini hari Senin,
kamu gak upacara?” ucap mamah padaku. Aku menggeliat, aish, mamah mengganggu
saja urusanku. Tapi, tadi mamah bilang apa? Hari Senin? Tidakkkk. Hari ini hari
pertama aku sekolah setelah liburan semester. Aku segera bangun dari kasur
empukku dan menyambar kamar mandi.
“Mamah ga bilang daritadi sih.”
Sahutku kesal.
“kamu sendiri kan daritadi mamah
bangunin ga gerak sedikitpun.” Balas mamah tak kalah kesalnya.
Aku
langsung mandi koboy, yaa mandi secepat mungkin agar tidak telat. Andi, kakakku
hanya terkekeh melihatku. Kakak yang kejam! Selesai bersiap-siap aku langsung
meminta pamit terhadap mamah dan papah.
“Sa, sarapan dulu, baru sekolah!”
hardik Mamah padaku.
“Tidak mah, nanti aku akan
mendapat sarapan dari guruku!” sahutku dan langsung berlari menuju halte.
Sial!
Penumpang bus kali ini sangat padat. Aku saja yang perempuan bela-belain berdiri.
Padahal, ditempat duduk itu banyak sekali kaum laki-laki, huh dasar egois!
Untungnya aku sampai di sekolah dengan selamat, Pak Toni sudah siap menunggu
didepan gerbang menandakan beberapa menit lagi akan masuk. Aku langsung berlari
memasuki gerbang. Tanpa basa-basi lagi aku menuju kelasku dan menaruh tas
dengan asal, anak-anak sudah berkumpul di lapangan, dengan malu yang sangat
amat aku berlari ke lapangan. Saat aku datang aku langsung disambar oleh
teman-temanku.
“Hey, sa, tumben kamu telat, kamu
abis ngapain sih?” Tanya Angel, sahabat
baikku.
“Ssst, udah gausah tau, yang
penting aku selamat disini, dan tidak dikasih sarapan special dari Pak Toni.”
Jawabku, Angel pun langsung diam, namun, Sari, malah bertanya padaku.
“Sa, kamu tuh ya kebiasaan banget
kalau hari pertama sekolah kamu pasti dapet sarapan special.”
Pak Toni sekarang ada disebelahku,
aku tak berani untuk berbicara, atau nanti aku akan dipermalukan ditengah
lapangan -_- tatapan Sari yang berada disebelahku seakan menertawaiku akibat
kebiasaanku yang satu ini. Sari, kau jahat!
Oh
iya, aku lupa memperkenalkan namaku, namaku Vanessa Putri
Amanda,
biasanya aku dipanggil echa, atau sa, aku duduk dikelas 11 IPA 2, sebenarnya
otakku ini sangat pas-pasan untuk dibilang anak IPA. Dari tesnya saja aku
berada tepat diperbatasan antara anak yang masuk IPA dan IPS. Aku tinggal
bersama papah, mamah dan tentu kak Andi, kakakku yang paling menyebalkan
sepanjang sejarah! Tetapi aku selalu gembira hidup bersama mereka, selalu
berbagi canda tawa bersama, dan berbagi beban bersama. Dengan mereka, aku
merasa hidupku sangat berwarna.
Okay, kembali ke permasalahan,
saat ini aku sudah selesai upacara dan baru menjelaskan apa yang terjadi pada
teman-temanku. Dan tahu apa reaksi mereka? Benar, mereka menertawaiku, huh apa
aku melakukan hal bodoh lagi? Aku hanya mencoba untuk belajar hingga larut dan
ketiduran, hanya itu! Memang, teman-temanku mengenalku orang yang paling malas
mendengar kata ‘belajar’ dan saat aku belajar dengan serius, maka mereka
menertawaiku.
“Apa salahku? Aku hanya belajar!
Apa belajar hal yang mustahil bagiku?” Tanyaku yang direspon dengan heningan
diantara mereka. Tetapi, tiba-tiba Satya tertawa terbahak-bahak melihatku, dan
itu diikuti oleh teman-temanku, kalian semua jahat padaku T-T. tak lama Doni,
ketua kelas kami menengahinya dan menyuruhku duduk kembali. Aku hanya dapat
mendengus kesal, tak lama, Bu Duni datang dan mengajar seperti biasanya.
Aku
memandang satya lekat-lekat, dia hanya menjulurkan lidahnya padaku, dasar. Aku
kembali memperhatikan Bu Duni, tetapi tiba-tiba aku merasa pusing, pandanganku
kabur, dan………………. Semuanya gelap!
Beberapa
saat kemudian.
aku sadar,
dan mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru yang ada disekitarku, aku melihat
Bu Duni, Satya, Doni, dan teman-temanku yang lain, ini bukan di kelas dan aku
terbaring, haah aku tahu, aku pasti pingsan.
“Echa, kamu gapapa?” Tanya Satya
padaku, tumben sekali dia menanyakan keadaannya padaku. Aku hanya menjawabnya
dengan mendengus sebal ke arahnya.
“Kau seharusnya sarapan dulu, kau
ini nakal sekali, kau pasti belum sarapan kan? Tadi kau kenapa memaksakan diri
untuk upacara?” kesal Angel padaku, ini anak, aku pingsan bukannya memanjakanku
malah memarahiku -_-
“kau tak sarapan? “ Tanya Satya,
cih, kenapa dia tiba-tiba seperti itu, seakan dia adalah ibuku saja.
“Kau ini, seperti ibunya Echa saja.” Jawab Alya penuh
keheranan.
“Echa, kamu baik-baik saja kan sayang?” tanya Bu Duni
padaku. Aku pun tersenyum pada Bu Duni.
“Saya tidak apa-apa kok bu, Echa kan kuat!” seruku
semangat, ini membuat teman-temanku tersenyum lega. Itu membuatku senang.
“Kamu ini, ngaku aja kuat, tadi aja pingsan.” Dengus
Satya.
“Ya kan tadi
aku belum isi powerku, saat aku mengisi powerku, aku juga bisa mengangkatmu
tau.” Jawabku sambil menjulurkan lidah dan disambut dengan tawa teman-teman.
Hahaha Rasakan.
Ting... Tong... Ting...Tong....Ting...Tong....
Bel
pulang sekolah berbunyi, aku pun tak mengikuti satu pelajaranpun di sekolah.
Satya juga, ia menjagaku dengan sabar sedari tadi. Aku sangat berterimakasih
padanya. Ia tak mengeluh sama sekali saat aku bosan dan menjailinya ini itu,
dia malah ikut tertawa. Aku berfikir, apa aku ini aneh? Ah, tidak juga. Saat
aku ingin pulang pun ia memaksaku untuk diantar olehnya.
“Udah Satya, aku pulang sendiri saja, lagipula aku sudah
sehat!” jawabku meyakinkan Satya saat dia memaksaku untuk ikut dengannya.
“Kamu ini susah sekali sih dibilangin. Aku udah bilang,
ikut denganku atau................” sahut Satya terputus. Ah, tidak! Jangan..
itu adalah kejadian yang memalukan.
*Flashback*
Saat itu aku berada dikelas pada waktu kelas 10,
anak-anak sudah pulang dan hanya ada aku dan Satya saat membereskan kelas.
Karena terlalu lelah, aku pun tertidur didalam kelas. Tidurku memang tidaklah
baik. Sehingga Satya dengan sengaja memfotoku saat aku terlelap. Saat aku
terbangun, mukaku sudah dicoret-coret oleh Satya dan dia memfotoku lagi dan
pada saat itu aku marah besar dan dia berkata.
“Turuti kataku atau kau akan dipermalukan oleh ini.”
Karna ini memalukan, akhirnya aku menuruti perkataannya.
*Flashback End*
Aduh Satya,
jangan macem-macem kamu ama foto aku. Dengan lesu aku menjawab.
“Iya deh iya aku ikut kamu, kamu ini selalu mengancamku,
apasih salah ku ke kamu?”
“Hahaha itu karena kamu yang terlalu ceroboh.” Jawabnya.
Eh? Aku ceroboh? Dia sudah siap dengan
sepeda kesayangannya. Aku menatapnya ragu, dan dia menatapku tajam, seolah mau
tak mau aku harus naik. Aku menghela nafas berat dan menaiki sepedanya.
“Satya.” Panggilku membuka pembicaraan.
“Hmm.” Jawabnya singkat. Aih, tak ada jawaban yang lebih
panjang apa?
“Kau itu selalu membalas dengan singkat. Oh iya, kau
kenapa menjagaku tadi? Tumben sekali setan diotakmu keluar.” Ujarku mendengus.
Aku fikir Satya sedikit terhenyak, dengan ragu-ragu ia menjawab.
“Itu.... karena kamu sakit.”
“Oh ya? Kamu ini menjagaku bukan karena aku pingsan
setelah beberapa menit kau menertawaiku jadi kau merasa bersalah kan?” tanyaku
mulai meyakinkan. Satya hanya terkekeh. Akupun mulai kesal.
“Ih, kamu tuh ya, aku nanya baik-baik kamu malah ketawa
gegara aku ngomong gitu.” Satya berhenti tertawa dan menjawab pertanyaanku.
“Ya bukanlah, kamu ini kekanakan sekali. Hahaha.”
Jawabnya, aku kekanakan? Haah, itu menyakitkanku. Aku teringat mantan pacarku
yang mengatakan padaku bahwa aku sangat kekanakan. Ternyata bagaimanapun aku
berusaha merubahnya aku tetap kekanakan. Tak terasa air mataku kembali
mengalir. Untung saja Satya tak melihatnya.
Pagi
hari ini aku sudah berangkat pagi-pagi sekali. Bukan karena ada pekerjaan rumah
yang belum selesai atau akan diadakan ulangan. Tetapi aku dipanggil Bu Duni
kemarin untuk berangkat pagi hari ini. Dan tak lama setelah aku datang, Bu Duni
datang menghampiriku.
“Echa, ada kabar gembira untuk kamu, kamu mulai sekarang
akan mengikuti pembinaan untuk olimpiade matematika.” Kata Bu Duni semanagat.
Aku terhenyak, apa katanya? Olimpiade? Dengan ragu aku menjawab pada Bu Duni.
“Bu, Echa kan punya otak pas-pas an, masa iya Echa ikut
olimpiade, nilai matematika Echa juga ga bagus-bagus amat bu, kok Echa sih yang ikut olimpiade?”
dan hanya dibalas senyuman oleh Bu Duni.
“kamu itu pintar Echa, nilai matematika mu memang tak
terlalu menonjol, tetapi ibu lihat kau memiliki bakat sayang.” Jawab Bu Duni,
dia adalah wali kelas ku sekaligus pengajar matematika untuk kelas sebelas.
Mau tak
mau aku menuruti perkataan Bu Duni. Dan benar saja, dalam pembinaan itu ada
banyak kakak kelas yang terkenal sangat jago matematika. Hatiku menciut, tapi
siapa sangka? Kak Elang menghampiriku dan mengatakan ia bersedia membantuku.
Kak Elang terkenal baik dan banyak digemari oleh kalangan wanita di sekolahku.
Aku menyambutnya senang. Dan beberapa minggu kemudian aku semakin dekat dengan
Kak Elang. Ketika aku mendapat soal matematika yang sulit, aku langsung meminta
bantuan terhadap Kak Elang, namun akhir-akhir ini aku merasa sedikit jauh
dengan Satya, biasanya ia mengantarku pulang atau sekedar menjahiliku, tapi
sekarang ia malah bersikap acuh tak acuh kepadaku.
“Echa, kenapa murung gitu?” tanya Alya padaku. Sekarang
aku sedang berada di kantin bersama teman-temanku.
“Iya sa, biasanya kalo disini makanan apa aja lu embat.”
Sambung Angel. Aduh, aku jawab apa ya? Ga mungkin kan kalo aku bilang ke mereka
aku khawatir sama Satya bisa bahaya kan?
“Ehem, ehem, sekarang kita kirim salam-salam
yang dikirim kesini. Ini ada salam buat Echa, ini dia pesannya. ‘Echa, ini gue,
gue cuma mau bilang selamet ya lu bentar lagi ikut olimpiade, gue do’ain lu
menang nanti..’.” suara radio itu yang sedang mengirim salam.
Tapi tadi salam buat siapa? Aku? Dari gue? Tumben ada yang kirim pesan ke aku. “.....dari temen lu.”-To Be Continue-


Komentar
Posting Komentar