Ketika Aku Hanya Ada Dalam Bayangmu



Mentari kembali bangun dan mengajak kami semua ikut bangun bersamanya. Kini aku bersiap untuk menimba ilmu. Fajar, yang memang rumahnya dekat denganku sudah sampai di depan rumahku dengan motor vespa kesayangannya.
“Tumben, nona ndut ini pagi-pagi udah siap.” Sahut Fajar ketika aku sudah siap dengan seragamku.
“Apaan sih kamu, aku udah siap dibilang tumben, aku belum siap dibilang lelet. Lagian lu tumben jemput gue, lagi marahan sama Novi?” tanyaku to the point.
“Hahahaha sepertinya nona ndutku ini kangen dengan aku.” Jawab dengan percaya dirinya. Huh, Fajar ini selalu saja membuatku memunculkan ssemburat merah dipipiku.
“Apa sih kamu, siapa juga yang kangen, dasar kamu. udah ah, ayo berangkat, udah jam setengah tujuh nih.” Elakku.
            Sesampainya di sekolah aku melihat Novi yang terlihat marah pada Fajar, Novi dan Fajar maupun aku memang satu sekolah, namun aku dan Novi berbeda kelas. Aku memiliki keinginan untuk mendamaikan kedua insan ini walaupun ku tahu akan berakhir seperti apa, aku yang sakit. Namun, aku tak ingin Fajar menjagi uring-uringan karena pertengkaran hebatnya kemarin, saat mereka pulang ketemuan yang tak aku tahu sebabnya.
“Udah yuk Dita, kita masuk.” Sahut Fajar dengan sorot mata yang tak biasa. Aku merasakan kegelisahan dalam sorot matanya yang membuatku mengharuskan kembali mengalah; untuk kebahagiaan Fajar.
            Setelah berkutat dengan pelajaran yang membuat seluruh siswa di kelas merasa jenuh, bel istirahatpun berbunyi nyaring. Semua siswa kembali berhamburan layaknya anak SD walaupun sebenarnya mereka semua sudah SMA. Aku langsung menyusuri lorong koridor sekolah untuk mencari dimana keberadaan Novi. Ketika ingin berjalan menuju kelas Novi aku bertemu dengannya didaekat tangga.
“Novi.” Panggilku, sadar bahwa aku yang memanggilnya, Novi pun mengambil langkah seribu menuju taman. Aku mengejarnya dan berhasil mendahului larinya kearah Novi dan mencegahnya untuk kabur.
“Gue pengen ngomong sama lu, lima menit aja, tentang Fajar.” Ucapku penuh ketegasan padanya. Beberapa kali ia menolak, dan pada akhirnya ia mau menerima penjelasanku.
“Oke, kita mulai, masalahmu di depan rumah Fajar itu karena apa?”
“Hm, aku tak yakin, tapi jujur saja, disepanjang perjalanan dia selalu membicarakanmu yang membuatku tak suka.”
“Jadi, kau tak suka dengan hubunganku dan Fajar?” tanyaku menyelidik.
“Bukan begitu, aku cuma gak suka kalo Fajar ngomongin cewek lain saat aku bersama dia.” Hatiku kembali tersayat saat ucapan tajam Novi yang secara tidak langsung mengarah padaku. Aku mencoba untuk bersikap seperti biasanya.
“Hahaha, gak lah, aku cuma sahabat sama Fajar, dia juga sayang banget sama kamu. dia sampe rela ngapain aja buat kamu kok Vi. Jadi, dia itu tulus cinta sama kamu, jadi, dia ke aku cuma temenan aja, jangan khawatir.” Ucapku sambil menahan airmata yang kembali berontak. Novi tersenyum menandakan ia sudah tak marah lagi.
            Pulang sekolah Fajar bertemu dengan Novi yang memang sengaja ku pertemukan. Kulihat mereka saling tersenyum dan berpegang tangan. Ya, aku hanya ada dalam bayangmu, dalam alam sadarmu, takkan pernah menjadi nyata, takkan pernah menjadi kenyataan. Hatiku hanya menemanimu disaat gelap, Fajar tidakkah kau tahu bahwa ada aku dikegelapanmu? Ada aku yang telah menemanimu dikesunyian, namun aku hanya dapat menerimamu ketika kau datang membutuhkanku, Fajar, aku mencintaimu. 

Komentar

Postingan Populer