Apakah Aku Dapat Seperti Mereka?



Aku iri dengan mereka, mereka yang selalu dimasakkan makanan yang lezat setiap harinya, yang setiap hari membawa bekal yang terlihat sangat lezat. Ketika mereka mencicipi makanan orang lain, mereka mengatakan “Sop ibu aku lebih enak daripada sop ini.” Aku suka berfikir, apa benar seperti itu? Apa benar masakan ibu sendiri lebih lezat? Hah, aku sudah sangat jarang mencicipi yang namanya masakan ibuku. Aku main ke rumah temanku kala itu, dengan suasana yang ceria ibunya sedang membawa makanan yang masih mengepul. Apakah itu ketulusan seorang ibu? Aku jarang merasakannya. Ibu ku adalah seorang pekerja keras, dia selalu banting tulang mencari nafkah membantu ayahku. Namun, apa dengan begitu aku tak bisa merasakan kehangatan seorang ibu? Dulu, ketika aku belum mempunyai adik, aku ingin cepat-cepat malam hanya untuk bertemu ibuku dan tidur disampingnya, setidaknya aku dapat merasakan hangatnya dekapan ibuku ketika malam, walaupun rasanya hanya mimpi bagiku karena pagi-pagi sekali ibuku sudah siap dengan seragam PNS nya dan berangkat untuk kembali bekerja.
Aku diasuh oleh pembantu, apakah aku sudah tak penting lagi? Aku hanya ingin ibuku selalu ada disisiku, setiap pagi membawakan makanan yang masih mengepul untuk sarapanku dan duduk bersama dengan ayahku yang akan berangkat pergi kerja. Mungkin bagi teman-temanku itu hal yang biasa, namun, itu hal yang sangat langka bagiku. Aku paling suka saat bulan Ramadhan, pada bulan itu, setidaknya aku bisa makan bersama ibuku. Andai semua bulan adalah bulan Ramadhan, aku akan memiliki waktu yang lama untuk bercengkrama dengan ibuku.
Aku juga iri dengan teman-temanku yang selalu mengunggulkan sikap bapaknya yang sangat luar biasa dimataku. Bertemu dengan bapakku pun sama sulitnya bercengkrama dengan ibuku, sudah satu tahun aku tak bertemu dengannya, bahkan saat ulangtahunku pun tak ada barang sekedar “Selamat ulang tahun anakku.” Yang aku nantikan seharian itu. Mereka memberiku berbagai peralatan elektronik yang kubutuhkan, namun itu semua tak ada artinya, yang aku inginkan hanya aku dapat melihat aku, ibuku, adikku dan bapakku sama-sama melaksanakan shalat berjama’ah, memberikanku motivasi, mengasihiku seperti kepada adikku. Apa aku salah?
Setiap aku mampir ke rumah temanku, aku melihat sosok bapaknya yang selalu ada di rumah. Aku hanya bisa tersenyum miris melihatnya. Apakah aku dapat seperti mereka? Yang jika ada waktu luang akan menghabiskan liburan akhir pekan dengan jalan-jalan bersama, berekreasi dengan canda tawa seperti cerita romantis dinovel. Bapakku telah sibuk dengan dunianya sendiri yang sepertinya lebih menarik dibandingkan aku yang tak ada apa-apanya. Aku masih ingat 7 tahun lalu dimana ketika aku ulangtahun kita bertiga merayakannya dengan makan bersama. Taukah kalian kalau aku merindukan saat-saat itu setiap malam? Hanya berharap kalian akan datang pada mimpiku dan menyapaku walau hanya dunia khayal. Sekitar 4 tahun lalu, bapakku masih dengan sabarnya mengajarkanku kunci gitar, menyanyikan lagu ‘Ayah’ yang bapakku ceritakan bahwa ia sedang rindu ayahnya. Taukah pak? Aku juga merindukan bapak. Apa aku harus membayar setiap detiknya bersama bapak? Maka, tunggulah sebentar pak, bu, aku sedang menabung uang yang banyak untuk dapat meluangkan waktu kalian yang sibuk dengan bercengkrama bersama seperti dulu.
Aku melihat temanku yang selalu dijemput ayahnya. Namun aku? Tersenyum melihat itu, terakhir aku dijemput bapak adalah kelas 4 SD. Itupun aku yang memaksanya. Apakah aku tak penting dikeluarga ini? Ibuku sekarang lebih mengutamakan adikku daripada aku. Aku hanya selalu ditemani oleh bantal dan guling setiap malamnya yang basah terkena airmata yang deras. Aku ingin memiliki mesin waktu yang akan selalu kuputar beberapa tahun terakhir, agar aku selalu merasakan hangatnya kasihsayang yang diberikan oleh kedua orangtuaku, aku ingin menghentikkan waku, agar aku tak takut lagi akan semakin kesepian untuk kedepannya. Bapak dan ibu, aku belum melihat kembali senyum yang sempat kalian kembangkan dengan ceria seperti beberapa tahun terakhir. Diam-diam aku merindukan kalian yang dulu. Aku selalu bermimpi kita dapat seperti keluarga teman-temanku. Aku ingin menunjukkan kalian bahwa aku memiliki orangtua yang saling akur seperti kalian. Namun, semakin termakan waktu harapanku semakin menipis, seakan tidak mungkin aku seperti teman-temanku. Ya, aku sangat iri dengan kehidupan mereka. Kehidupan yang sempurna dimataku dan sangat ingin kugapai walau tak bisa.

Komentar

Postingan Populer