Penantianku Sia-Sia?

Penantian panjangku akankah
berbuah manis? Apakah kamu akan
melihat perasaanku? Apakah kamu akan
mengerti dan datang padaku? Semua
fikiran itu menghiasi otakku senja ini. Di
danau ini, semua kenangan antara kau
dan aku berputar kembali, kejadian lucu
dan menarik yang kita alami disini.
Terlalu asyik menerjang setiap kenangan
yang kita lewati hingga tak sadar kau ada
disampingku dan menggenggam gitar
kesayanganmu.
“Dita, lu mau gue nyanyi apa?” tanya
Fajar padaku.
“Apaan ya? Serah lu aja, buat apa sih?”
“Buat gue persembahkan untuk pacar
gue.” Jawab Fajar nyengir, aku
tersenyum tipis melihatnya. Entah
mengapa perasaan itu kembali mencuat,
perasaan sakit yang berlebihan, kecewa
yang sangat besar. Sekarang, aku tak
merasa Fajar sekarang adalah Fajar yang
selama ini aku kenal, aku serasa
kehilangan sosoknya yang dulu, yang
selalu mengkhawatirkan aku. Sekarang
dia telah mengkhawatirkan Novi
dibandingkan aku yang selalu
menemaninya.
“Oke, gue nyanyi yaa.” Fajar memulai
dengan petikkan halus pada gitar aku
hafal ia akan menyanyikan lagu apa, lagu
favoritku.



Andai kau ijinkan walau sekejap memandang
Ku buktikan kepadamu aku memiliki rasa
Cinta yang ku pendam tak sempat aku nyatakan
Karena kau telah memilih menutup pintu
hatimu
Ijinkan aku membuktikan inilah kesungguhan rasa
Ijinkan aku menyayangimu
Sayangku wooo dengarkanlah isi hatiku
Cintaku wooo dengarkanlah isi hatiku
Cinta yang ku pendam tak sempat aku nyatakan
Karena kau telah memilih menutup pintu
hatimu
Ijinkan aku membuktikan inilah kesungguhan rasa

Ijinkan aku menyayangimu
Sayangku wooo dengarkanlah isi hatiku
Cintaku wooo dengarkanlah isi hatiku
Bila cinta tak menyatukan kita
Bila kita tak mungkin bersama
Ijinkan aku tetap menyayangimu ooo
Sayangku wooo dengarkanlah isi hatiku
Cintaku wooo dengarkanlah isi hatiku
Sayangku wooo dengarkanlah isi hatiku
Cintaku wooo dengarkanlah isi hatiku
Aku sayang padamu
Izinkan aku membuktikan



Aku memandang wajahnya yang penuh
keseriusan nya itu, suara nya yang
merdu membuatku terbuai dan lupa
akan segala hal. Namun tetap saja,
setelah Fajar menyanyikan lagu favoritku
aku kembali tertampar kenyataan, bahwa
itu semua bukan untuk aku! Alunan yang
merdu itu bukan untuk aku! Butiran air
bening ini mengalir tanpa perintah. Fajar
yang tidak melihat kearahku tak
menyadari bahwa aku menangis. Segera
kuusap airmataku ini.
“Gimana lagunya?” tanya Fajar dengan
mata berbinar. Aku tak sanggup melihat
manik matanya itu dan mengalihkan
pandangan kearah danau.
“Bagus kok. Langsung aja ke Novi, dia
juga pasti suka.” Jawabku dengan sekuat
tenaga menahan airmataku yang
mendesak ingin keluar.
“Oke, gue cabut ya.” Fajar terlihat sangat
senang, ya, apalagi yang harus
kuperbuat? Dia terlalu bahagia dengan
Novi. Fajar pun meninggalkanku di
danau ini sendirian. Dan airmata yang
sejak tadi sudah berontak akhirnya
keluar dengan deras. Beginikah rasanya
sakit hati? Haruskah aku mengalah pada
nasib? Apa penantianku ini sia-sia?
Apakah cinta memang tak harus
memiliki? Yang berarti akan membunuh
perasaanku sendiri secara perlahan?
Bisakah aku rela pada sosokmu yang
terasa tak lagi nyata untukku? Fajar, asal
kau tau, sampai kapanpun aku sayang
kamu, lebih dari yang kamu tahu. Aku
sayang kamu Fajar.

Komentar

Postingan Populer