Immortal (part 3)



Pesanan datang, alunan melodi di restoran ini mengalun lembut. Tiba-tiba datang sekumpulan orang membawa banyak buket bunga. Lampu restoran dimatikan, dan muncul lah lilin disekitar ruangan. Kulihat Kak Elang mengeluarkan kotak yang berisi kalung yang indah sekali. Dengan suara yang lembut, namun tetap bisa kudengar Kak Elang berkata.
“Echa, maukah kamu menjadi pacarku?”
Aku bingung ingin mengatakan apa, namun degup jantungku kembali tak normal, dengan mengumpulkan tenagaku aku menjawab “Iya Kak, aku mau.” Kulihat senyum pada wajah Kak Elang tersenyum dan memelukku erat dan membisikiku “aku sayang kamu Sa.” Aku hanya bisa menangis didekapannya. Entahlah, yang penting aku sangat bahagia.
            Sampainya di rumah Kak Andi langsung memelukku erat.
“Echa, apa perlu Kakak donorkan lobus kanan kakak buat kamu?” tanya Kak Andi, ya, dia sering menawarkan dirinya untuk menjadi pendonor. Aku menggeleng cepat.
“Tidak Kak, aku gamau ada yang donor paru-paru untuk aku, tanpa donorpun aku masih bisa hidup. Aku kuat Kak.” Jawabku sambil tersenyum dan meninggalkan Kak Andi yang menatapku cemas. Sebenarnya aku membutuhkan dua lobus paru-paru, lobus kanan dan kiri. Namun, dokter mengatakan untuk mendapat satu donor lobus saja sangat sulit, aku berfikir sejak itu untuk tidak menerima donor dari siapapun.
            Kurebahkan tubuhku di kasur, walaupun masih lemas, besok aku harus sekolah. Namun, selama aku di rumah sakit aku tak melihat Satya kecuali pada hari aku tersadar. Ku aktifkan telefonku, disana ada 8 panggilan tak terjawab dari Satya, ketika aku ingin menelpon Satya, Kak Elang menelponku.
“Halo Echa.” Ujarnya diujung sana yang terlihat riang.
“Kenapa Kak?” jawabku singkat dengan nada yang masih lemas.
“Besok, Kakak antar ya? Nanti Kakak ke rumahmu.”
“Oke Kak ^_^” jawabku senang.
“Yaudah Kakak tutup. Aku sayang kamu,Sa.” Jawabnya lembut. Tiba-tiba jantungku berdetak tak terkendali lagi. Dengan sedikit kikuk aku menjawab.
“Aku juga sayang Kakak.”
Klik.
Aku menutup telefon dan merasakan getaran yang luar biasa didadaku ini. Aku sangat gembira. Ah, aku tak sabar untuk menunggu esok hari, lalu dengan cepat aku mencoba untuk tertidur.
            Keesokan paginya aku kembali terbangun kesiangan. Dengan buru-buru aku menyiapkan segala keperluan sekolah. Aku langsung mengambil setangkap roti dan memakannya sambil berjalan pamit kepada mamah, papah, dan Kak Andi.
“Kamu gamau dianterin Sa sama abang?” tawar Kak Andi, sejak kapan dia memanggil diri sendiri abang? Aneh.
“Tidak, Kak Elang yang mengantarku Kak.” Jawabku singkat. Kulangkahkan kakiku cepat, namun kudengar teriakan Kak Andi yang menggodaku. Aish, kakak yang menyebalkan.
“Pagi manis.” Sapa Kak Elang yang sudah menungguku di halaman rumah.
“Kakak nunggu lama ya? Maaf, aku telat bangun.”
“hahaha, kamu ini.” Ujarnya sambil menggandeng tanganku dan mengacak rambutku. Aku hanya tersenyum simpul memandangnya. Dan kami masuk mobil.
Ketika sampai sekolah sepertinya aku dan Kak Elang sedikit terlambat, terlihat Pak Toni yang memandang kami geram. Dia pun menghukum kami untuk membersihkan taman. Sebenarnya aku tak enak hati dengan Kak Elang, karena aku dia jadi terlambat. Ketika kami sedang menyapu dadaunan kering aku memberanikan bicara pada Kak Elang.
“Kak, maaf, gara-gara aku kakak jadi kena semprot Pak Toni.”
“Hahaha gapapa kali sayang, seenggaknya kakak bisa lama-lama sama kamu.” jawabnya sambil nyengir kuda dihadapanku. Aku terkekeh melihatnya.
“Ya! Kakakku ini yang paling aku sayang pintar menggombal.” Jawabku disambut tawa kami berdua. Dengan jail Kak Elang melempariku dengan daun kering hingga tampilanku menjadi berantakan, karena kesal, aku membalasnya, hingga terjadilah perang dengan daun kering diantara kami berdua.
            Aku menyelesaikan hukuman, begitu pula dengan Kak Elang. Ketika aku memasuki kelas, aku melihat Satya yang memandangiku, begitu pula teman-temanku. Ketika aku duduk dibangku, Sari, yang duduk disebelahku memberi sebuah kertas. Disana ada tulisan ‘kamu kenapa telat?’ aku jawab.
‘gue bangun kesiangan.’ Aku kembalikan kertas itu ke Sari, dan Sari mengasihkan kertas itu kepada Satya yang berada disebelahnya. Jadi, tadi itu yang menulis pesannya Satya? Bukan Sari? Itu benar-benar dia kan? Tak lama Sari memberiku sebuah kertas lagi.
‘Kenapa ga minta tolong sama gue? Atau lu ama Elang?’ dia? Dia tahu aku sama Kak Elang?
*Flashback*
Ketika Echa sedang masuk restoran ala korea itu ada Satya yang habis keluar dari toilet yang memang habis makan bersama Indra, sepupunya. Satya terpaku melihat Echa yang terlihat sangat pucat, sebenarnya sewaktu Echa berada di rumah sakit, ia selalu menjenguknya, tetapi ia selalu datang ketika Echa sudah tertidur. Satya melihat Echa bersama Elang, yang ternyata adalah saudaranya. Elang memang berencana untuk menembak Echa hari ini. Satya tersenyum masam ketika melihat Elang memeluk Echa, tebakannya benar, Echa tak mungkin mencintainya, dia mencintai Elang, bukan Satya.
*Flashback End*
‘lu tau darimana?’ jawabku seadanya.
‘gue itu paranormal kali.’
‘tapi gue belum cerita tentang Kak Elang ke lu.’
‘oh berarti lu ama Elang, yaudah selamet!’ nah lo? Kok dia nyewot? Emang gue salah ya? Ah, ga ah.
‘Iya, makasi ya :D lu emang sahabat yang baik.’
‘sama-sama, lu baru tau kalo gue baik?’
‘Iya gue baru tahu kalo Satya Adi Permana itu baik banget sama gue.’ Setelah itu Satya tak membalas pesanku. Sebenarnya dia kenapa? Dia terlihat murung sekali. Astaga! Ada kantung mata, pasti dia tak tertidur semalaman.
Ting....Tong....
Bel istirahat berbunyi, aku membereskan buku dan sekilas melihat Satya, dia terlihat sedang tertidur, secara tak disengaja aku menyunggingkan senyum tipis. Dan aku berjalan keluar kelas. Didepan pintu sudah ada Kak Elang, teman-teman mulai menggodaku. Aku menyapa Kak Elang.
“Sa, nanti pulang sekolah, kita latihan ya, buat olimpiade minggu depan. Oh iya, makan bareng kakak yuk?” tawarnya. Aku tersenyum dan mengaggukkan kepalaku. Aku menggandeng tangan Kak Elang dan terdengar bisikan dari Angel.
“Sa, Pajak Jadiannya ya.” Ucapannya itu mengundang tawa mereka. Kak Elang menatapku manis dan menuntunku menuju kantin. Seakan tahu pikiranku, Kak Elang mengatakan sesuatu padaku.
“Tenang, kita memang sudah jadian, kamu gausah takut manis.” Huh, dia itu gombal sekali -_-
“Ih, apa sih Kak. Sok tahu.” Ucapku, aku merasakan pipiku memanas, pasti mukaku sekarang sudah sangat mirip dengan kepiting rebus. Tiba-tiba radio itu kembali membuka ajang salam-salam.
Dan seperti biasa kita langsung saja ke salam-salam. Dimulai dari salam buat Doni, bapak KM yang paling bikin bangga 11 IPA 2 by secret admirer. Ada juga buat Kak TR yang makin cakep, moga cepet putus sama pacarnya, biar kami seneng, by perfect couple. aduh,jangan yang aneh-aneh dong salamnya, nanti kamu dilabrak lho couple perfect. Dan yang baru saja masuk adalah salam buat Echa, gue tunggu Pajak Jadiannya ya, gue dukung lu, by temen lu. Waah, buat Echa selamet yaa okay, karena belum ada salam lagi, maka kita putar lagu Petra Sihombing-Mine.

-TBC-

Komentar

Postingan Populer