Denganmu Aku Nyaman



Untuk apa jatuh cinta bila akhirnya sakit juga itulah kalimat yang selalu terngiang dalam otakku, kata-kata pedas yang meluncur begitu manisnya dibibir Dika. Sahabatku yang selalu mendengarkan curhatanku tentang Ade, seseorang yang menurutku memang berarti. Ku gelengkan kepalaku seakan dengan begitu kata-kata itu akan langsung lenyap begitu saja. Sudah berkali-kali bahkan ribuan kali Dika memperingatiku saat aku dekat dengan Ade—yang tidak sampai pacaran dengan Ade—yang membuatku senang lalu dijatuhkan dengan keras.
          Hari ini, sudah hari ketiga Dika menjauhiku karena aku tetap menyangkal dan berkata bahwa Ade juga menyukaiku. Setiap kali aku mengajaknya berbicara dia langsung pergi dari hadapanku. Akupun tak ingin bermusuhan dengan Dika karena Ade, seseorang yang entah masih memikirkanku lagi atau tidak, semua itu hanya membuatku semakin terpuruk.
          Sepulang sekolah aku menghampiri rumah Dika yang cukup luas dengan taman bunga krisan di belakang rumahnya. Ku ketuk pintunya beberapa kali hingga muncul lah sesosok yang memang sudah kutunggu.
“Dika, gue pengen ngasih sesuatu ke lu.” Ucapku sebelum dipotong oleh Dika.
“Lu mau ap..” belum selesai Dika berbicara segera kutarik lengannya dan mengajaknya ke pelataran belakang rumahnya. Wajah Dika masih bingung dengan kesal yang masih terlihat jelas digaris wajahnya yang tegas.
“Baca ini.” Perintahku padanya, dan aku menjauh.
          Ku perlihatkan foto-foto kebersamaanku dengan Dika, dan kutulis beberapa kata disana. Halaman pertama, fotoku dengannya pada saat kami makan es krim pad ataman hiburan, dengan bianglala di belakangnya sebagai latar. Disana kutulis sebuah kalimat Kau ingat? Kita selalu bersama. Dika masih bingung dengan apa yang aku lakukan. Langsung ke halaman kedua, disana ada fotoku bersama Dika dengan suasana kafe yang romantic. Di belakangnya ada berbagai karangan bunga yang manis dengan aku dan Dika seperti melakukan dinner, dengan saling menatap dengan sejuta makna. Disana kutulis lagi dengan kalimat Tak bisakah kita tidak bertengkar? Di halaman ketiga, ada fotoku dengan Dika yang memperlihatkan aku bercerita dengannya dan dia terlihat sangat lelah di sebuah danau yang luas. Aku memang selalu membuatmu jengkel dan kamu masih terus mendengarkanku walau kau lelah.  Halaman keempat, disana ada fotoku bersepeda dengan wajah kesal dan ada Dika dibelakangku yang berusaha mengejarku. Maafkan atas kelakuan kekanakanku. Halaman kelima, ada fotoku yang sedang menangis dan Dika berusaha menenangkanku dengan merangkulku. Pada saat apapun kau berada disisiku. Pada halaman berikutnya ada fotoku yang tengah sendiri di pinggir danau. Aku kesepian tanpamu Dik. Air mataku memaksa turun dari pelupuk mataku. Dika yang sedaritadi memandangiku dengan tatapan tak percaya dengan apa yang kulakukan. Pada halaman terakhir hanya ada foto dengan tulisan I’m sorry for my mistake. Dan seluruh halaman sudah kutunjukkan, Dika masih bergeming ditempatnya, aku takut dia akan benar-benar marah dan meninggalkanku.
          Namun diluar dugaanku, dia melangkahkan kakinya mendekat kearahku, airmata yang sedari aku tahan, keluar begitu saja tanpa persetujuanku, Dika yang melihatku langsung menghapus airmataku yang tak henti-hentinya mengalir.
“Tiara..” ucapnya lirih dan memegang wajahku. Dia mengangkat wajahku agar aku menatap matanya, tapi aku masih tertunduk dan menangis, dan dia menarik daguku agar mataku menatap matanya yang tajam.
“Maafin aku Dik, aku tau aku egois, aku minta maaf.” Aku terisak, Dika kembali menghapus airmataku dengan kedua ibu jarinya.
“Aku yang harusnya minta maaf, Tiara, aku yang terlalu gegabah dan meninggalkanmu seperti ini, maafkan aku.” Jawabnya dan langsung menarikku ke dalam rengkuhannya. Dan aku masih menangis dan menenggelamkan wajahku, Dika menenangkanku dengan mengusap rambutku yang terurai.
          Sudah beberapa menit keheningan menghampiri kami, hanya sisa isakanku yang masih terdengar. Dika melepaskan pelukannya dan menatapku kembali.
“Ayo kita ke taman.”
***
          Sudah 6 bulan setelah itu kami tak pernah bertengkar lagi. Dika tak pernah menghardikku atau memarahiku lagi. Hampir setiap waktu luang kita berpergian bersama atau sekedar menghilangkan rasa penat, Dika yang selalu membawa kameranya kemanapun kami pergi pasti membuat kenangan baru disana, dan selalu disimpan dalam jepretan Dika. Dika selalu menghiburku dan membuatku lupa akan sosok Ade. Kini, malam-malamku tak lagi dihiasi oleh tangisan kepedihan dan teriak putus asa. Hingga pada suatu hari di koridor sekolah.
“Tiara, pulang sekolah gue mau ngomong sama lu.” Ucap seorang pria yang telah menghancurkanku. Dia adalah Ade.
“Gue sibuk, gabisa.” Jawabku ketus, namun hatiku menjerit untuk tak menolak ajakannya.
“Oke, gue cuma mau lu ikut bareng gue pas acara prom tiga hari lagi.” Jawab Ade dan menatapku seakan memohon. Tanpa menjawab perkataannya aku meninggalkannya yang terpaku ditempatnya, kaget dengan apa yang aku lakukan. Dan aku melihat Dika didekat tangga, saat aku ingin memanggilnya wajahnya mengguratkan kekecewaan dan pergi begitu saja.
***
          Malam ini berbeda dengan malam-malam sebelumnya, ini adalah malam prom, dimana kelas tiga sekolah menengah atas merayakan perpisahan. Aku sudah siap dengan balutan dress selutut bewarna biru langit dengan rambut yang di curly dan di kepang pada bagian atas kepala menyamping ke belakang membuat seperti air terjun. Dengan riasan natural aku siap berangkat dan memakai sepatu dengan warna putih gading senada dengan liontin yang kukenakan dari Dika. Hingga saat ini aku tak tahu kabarnya Dika, aku ke rumahnya pun Dika tak ingin bertemu padaku. Aku tak tahu salahku, kulihat jam tangan yang melingkar manis ditanganku, aku sudah hampir telat, dan terburu-buru dating ke prom.
          Aku datang diacara yang telah ditentukan, aku disambut dengan meriah dengan teman dekatku, dan aku melihat Dika, dia tersenyum melihatku. Dia mendekatiku dan membisikkan sesuatu kepadaku.
“Tiara, ikut gue.” Ucapnya langsung menarik lenganku dan menutup mataku dengan kain.
“Kita mau kemana Dik?” tanyaku penasaran.
“Udah, ikut gue aja.” Jawabnya dan menuntunku berjalan jearah yang ia tuju. Hingga beberapa saat aku dan Dika berhenti, menandakan kita sudah sampai, ia membuka penutup mataku dan yang semula gelap, kini digantikan warna putih. Sepertinya kami sampai disebuah studio. Dika maju dan membuka kain putih yang menutupi sebuah ruangan dan terpampanglah banyak foto yang sudah taka sing bagiku, itu semua adalah fotoku yang entah kapan Dika ambil.
“Tiara, maafin gue belakangan ini gue jauhin lu, gue cuma lagi persiapin ini semua. Tempo hari gue liat lu sama Ade, dan gue tau mungkin lu udah nerima Ade lagi disisi lu, gue pengen ngungkapin suatu hal yang terus menggebu disini, gue sayang lu Tiara, dan mungkin lu cuma nganggep gue sahabat, tapi gue sayang lu, dan ini semua adalah bukti cinta gue ke lu.” Ucap Dika dengan tegas dan terlihat dari matanya sebuah ketulusan.
          Ada sesuatu yang mendesak ingin keluar, airmataku memberontak dan meloloskan pertahananku agar tidak menangis, aku menangis dan menjawab ucapan Dika yang tak ku sangka selama ini.
“Iya Dik, gue juga sayang sama lu, gue sadar, gue selalu nyaman ketika berada dideket lu, gue ngerasa gada bahaya yang berarti ketika gue dideket lu.” Jawabku terisak. Mendengar hal itu Dika terpaku ditempat, dan aku langsung berlari menghambur ke pelukannya.
“Gue jatuh cinta ama lu Dik, lu ga bakal buat gue sakit kan?” ucapku masih terisak.
“Ga akan, Tiara gak akan.” Jawab Dika membalas pelukanku dengan rasa sayang dan mengecup keningku.
“Gue cinta lu Tiara.” Ucap Dika lagi dan memelukku erat.
Dan aku sadar, cinta tak harus datang dari yang jauh, cinta tak harus terkatung-katung dalam penantian, namun cinta tumbuh dengan hadirnya kebersamaan yang tak pernah kita duga, cinta seperti misteri yang tak tahu akhirnya kita akan berlabuh pada siapa, namun cinta juga memiliki berbagai rahasia yang akan kita tahu jika kita mengambil jalan yang benar. Takdir Tuhan memang sudah digariskan, kita takkan tahu dengan siapa pada akhirnya, maka nikmatilah setiap kejutan yang hadir dalam hidup kita.
-THE END-

Komentar

  1. yg benar : terkatung-katung. bukan terkantung-kantung.
    Bagus ceritanya.

    BalasHapus
  2. hehe iya bun maaf :) makasih bun :)

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer