Semua Akan Baik-Baik Saja

Hari ini aku kembali menjalankan rutinitasku, bersekolah dan berteman dengan setumpuk tugas yang mengejar meminta diperhatikan. Jam setengah tujuh, aku sudah siap di depan meja makan yang sudah terisi oleh Ibu, Ayah dan Kak Nayla yang asyik menyantap makanan nya masing-masing.
“Huh, sarapan kok gak ngajak Dita sih.” Ucapku kesal.
“Hahahaha, maaf sayang, ayah tadi lupa mengetuk kamarmu, sekarang ayo makan yang banyak, biar kamu gemuk seperti ibu.” Goda Ayah.
“Ih, Bapak, emang Ibu gemuk ya?” Tanya Ibu.
“Ibu itu tetap cantik dimata Ayah.”
“Dita, sepertinya Ayah dan Ibu kita sedang bernostalgia dengan masa lalu mereka berpacaran.” Sahut Kak Nayla yang disambut tawa oleh semua yang berada di meja makan.
Setelah selesai sarapan, aku pamit dengan Ayah, Ibu, dan Kak Nayla.
“Kamu gak mau diantar kakak Dit?”
“Ga kak, aku bareng Fajar hari ini.” Teriakku.
Di depan gerbang rumahku, Fajar sudah siap dengan motor kesayangannya. Dengan tas gitar yang terpasang manis di bahu nya yang kokoh. Aku langsung berlari dan duduk di jok belakang.
“Sudah siap?” Tanya Fajar yang suara nya sudah kembali membaik.
“Siap Bos.” Jawabku dan kami melaju diantara keramaian jalan.
***
Ting….tong…
Bel istirahat berbunyi, aku dan Fajar berlarian disepanjang koridor. Kami melakukan balapan siapa yang paling cepat menuju perpustakaan. Kelakuanku dan Fajar memang layak anak kecil yang sedang bermain kucing-kucingan.
“Fajar, lu curang ah…” jawabku ketika dia telah sampai duluan di depan pintu perpustakaan.
“Suruh siapa kau terlalu ndut.” Ledeknya sambil menjulurkan lidah yang membuatku kesal.
“Huh, apa aku segemuk itu?” jawabku kesal.
“Hahaha, tidak kok, kau itu putri ndutku, jadi kau harus menuruti hukuman dariku nanti. Oke?” jawabnya, belum sempat aku menjawab ia sudah mengedipkan sebelah matanya yang membuatku mati kutu—tak dapat bergerak sedikitpun—hingga kesadaranku mulai kembali dan menyusulnya memasuki ruang perpustakaan.
Aku memilih beberapa buku filosofi dan pembelajaran. Kulihat Fajar hanya melihatku berkeliling mencari buku.
“Lu ngapain sih Jar?” Tanyaku terhadapnya. Dia hanya tersenyum dan mengikutiku.
“Ngikutin lu kali.” Jawabnya sambil tersenyum. Dan aku hanya diam lalu mencari tempat duduk yang kosong dan membaca buku-buku tebal itu dan mendiamkan Fajar.
      Saat pulang sekolah aku dan Fajar kembali menuju danau.
“Gue kangen masa-masa kayak gini Dit.” Ucapnya sambil berbaring ditepi danau yang sekarang cukup sepi.
“Lu emang sahabat gue yang baik Dit.” Lanjutnya dan aku hanya tersenyum menanggapinya. Ya, semua akan baik-baik saja Fajar, kamu dan aku akan kembali menjalani rutinitas seperti biasa, aku akan menghilangkan semua rasa sakitmu karena perempuan bernama Novi itu. Sebentar lagi Fajar, kuharap kau akan bersabar.

Komentar

Postingan Populer